Beranda | Artikel
Kemuliaan Seorang Hamba Terletak Pada Ibadahnya Kepada Allah
Rabu, 13 Mei 2015

KEMULIAAN SEORANG HAMBA TERLETAK PADA IBADAHNYA KEPADA ALLÂH SUBHANAHU WA TA’ALA

Oleh
Syaikh Hudzaifi hafizhahullah

Sesungguhnya kemulian seorang hamba terletak pada ketaatannya menjalankan ibadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ; Kekuatan seorang Muslim, terletak pada rasa tawakkalnya kepada Allâh Azza wa Jalla ; Rasa berkecukupannya, terletak pada keistiqamahannya berdoa memohon semua hajatnya kepada Allâh Azza wa Jalla ; Keselamatannya, terletak pada baiknya kwalitas shalat yang ditunaikan; Bagusnya kesudahan, terletak pada ketaqwaannya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ; Kelapangan dada atau kebahagiannya, terletak pada baktinya kepada orang tua, silaturrahmi, dan berbuat baik kepada makhluk. Ketenangan hatinya, terletak pada dzikirnya kepada Allâh Azza wa Jalla yang Maha Pemberi Nikmat. Keteraturan dan keistiqâmahan mereka, terletak pada ketaatannya menjalankan syariat dan meninggalkan yang diharamkan, seraya menyerahkan semua perkara kepada Sang Pencipta yang Maha Mengatur, dan menyelesaikan perkerjaan tepat waktu, tidak menunda dan bermalasan.

Sebaliknya, kerugian serta kehinaan seorang hamba, terletak pada kecondongan dan kecintaannya kepada dunia, lupa terhadap kehidupan akhirat, serta berpaling dan tidak melaksanakan ibadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala .

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ ﴿٧﴾ أُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharap pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. [Yûnus/10:7-8].

Firman-Nya.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang dosa.” [s-Sajadah/32:22].

Sungguh Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan banyak pelajaran pada kisah ummat-ummat terdahulu. Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberi mereka umur panjang, mengalirkan sungai-sungai buat mereka, memberi kemampuan sehingga bisa membangun istana; Mereka diberi kekuatan fisik, pendengaran, dan penglihatan. Allâh kokohkan mereka di muka bumi, dan memudahkan bagi mereka segala sebab, akan tetapi semua itu tidak bermanfaat bagi mereka.

Allâh Azza wa Jalla berfirman.

وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِنْ مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَىٰ عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

“Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. [al-Ahqâf/46:26].

Ketahuilah, bahwa semua kebaikan terkumpul pada ibadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ibadah yang sesuai dengan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibarengi rasa ikhlas serta cinta kepada Allâh dan Rasul-Nya. Seseorang tidak akan mendapatkan ridha Allâh Subhanahu wa Ta’ala , tidak akan masuk surga, dan tidak akan bahagia di dunia dan setelah meninggalnya, kecuali dengan ibadah kepada Allâh. Dan untuk ibadah inilah, Allâh Azza wa Jalla menciptakan makhluk-Nya

Salah satu bentuk kasih sayang Allâh kepada hamba-Nya dan kedermawanan-Nya yang luas adalah Allâh Azza wa Jalla mensyariatkan berbagai ibadah kepada semua hamba yang sudah baligh dan berakal sehat agar mereka bisa mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengannya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan waktu-waktu yang pahala ibadah padanya berlipat ganda agar mereka memperbanyak kebaikan. Jikalau Allâh tidak menyampaikan, niscaya mereka tidak mengetahuinya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “…serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. [al-Baqarah/2:151]

Allâh Azza wa Jalla memerintahkan mereka untuk mendekatkan diri dengan ibadah. Saat sebagian mereka tidak mampu melakukannya, maka Allâh membukakan pintu-pintu ketaatan lainnya. Allâh syariatkan ibadah yang sejenis dengan ibadah yang tidak mampu mereka lakukan, agar setiap hamba mendapatkan kemulian ketaatan dan pahala ibadah-ibadahnya. Seperti, seseorang yang tidak berjumpa dengan kedua orang tuanya, maka Allâh mensyariatkan kepadanya untuk berdoa, bersedekah, dan juga berhaji atas nama mereka berdua, kemudian menyambung silaturahmi mereka, memuliakan kawan-kawan mereka. Dan barang siapa yang berjumpa dengan kedua orang tuanya kemudian mereka meninggal dunia, maka ia tetap wajib berbakti kepada keduanya.

Begitu pula, orang yang tidak mampu bersedekah maka hendaklah ia bekerja untuk kemaslahatan pribadinya kemudian bersedekah dengan hasilnya. Dari Sa’id bin Abi Burdah, dari bapaknya dan dari kakeknya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ. قَالَ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَجِدْ ؟ قَالَ : يَعْتَمِلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ. قَالَ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ ؟ قَالَ : يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ . قَالَ : قِيلَ لَهُ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ ؟ قَالَ : يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ أَوِ الْخَيْرِ. قَالَ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَفْعَلْ ؟ قَالَ : يُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ

“Wajib bagi setiap muslim bersedekah,” kemudian dikatakan kepada beliau: “Bagaimana seandainya ia tidak mampu?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah ia bekerja dengan kedua tangannya untuk kemaslahatannya, kemudian ia bersedekah,” dikatakan lagi kepada beliau, “Kalau ia masih belum mampu?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia bisa membantu orang yang membutuhkan.” Dikatakan lagi, “Bagaimana kalau masih belum mampu?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia bisa memerintahkan kepada yang ma’ruf atau kebaikan.” Ada yang berkata, “Bagaimana kalau ia tidak bisa melakukannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia menahan diri dari keburukan. Itu adalah sedekah”. [Riwayat Muslim].

Sedangkan untuk mereka yang belum mampu berhaji dan berumrah, mereka masih bisa meraih pahala kedua ibadah besar itu dengan ibadah yang lain. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ»، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «تَامَّةٍ، تَامَّةٍ، تَامَّةٍ

“Barangsiapa shalat Shubuh secara berjamaah, kemudian ia duduk berdzikir kepada Allâh sampai terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat, maka dia mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah” Perawi mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sempurna, Sempurna, Sempurna!”

Juga bagi mereka yang belum mampu menunaikan ibadah haji, maka disyariatkan baginya puasa Arafah. Dalam hadits disebutkan bahwa puasa Arafah menghapus dosa, setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang. Disyariatkan juga baginya untuk berkurban, maka dengan ini ia telah menyamai jamaah haji di Arafah dan kurban. Allâh Azza wa Jalla juga mensyariatkan untuk taqarrub kepada-Nya dengan berbagai ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلًا خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu , beliau berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiada hari yang lebih Allâh cintai amal shalih padanya selain amalan pada hari-hari ini,” maksudnya sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah. Perawi hadits ini mengatakan, ‘Para sahabat bertanya, ‘Tidak pula jihad, wahai Rasûlullâh?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak pula jihad fi sabilillâh, kecuali seorang laki-laki yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya kemudian ia tidak kembali dengannya sedikitpun.’ [HR. al-Bukhâri]

Pada hari-hari yang penuh keutamaan, diantaranya 10 hari pertama bulan Dzulhijjah nanti, dzikir merupakan amalan yang paling afdhal, dan ibadah yang paling mulia. Dulu, para salafush-shalih mengeraskan suara mereka untuk berdzikir kepada Allâh pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah. Begitulah Umar bin Khaththab dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma keluar ke pasar seraya bertakbir, kemudian para sahabat ikut bertakbir bersama mereka.

عن عبد الله بن بسر – رضي الله عنه – أنَّ رجلًا قَالَ: يَا رسولَ الله، إنَّ شَرَائِعَ الإسْلامِ قَدْ كَثُرَتْ عَليَّ، فَأَخْبِرْنِي بِشَيءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ: لا يَزالُ لِسَانُكَ رَطبًا مِنْ ذِكْرِ الله

Dalam hadits Abdullah bin Yusr Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Ada seorang lelaki yang berkata, ‘Ya, Rasûlullâh! Sesungguhnya syariat Islam telah banyak, maka beritahukanlah kepadaku ibadah yang akan aku lakukan terus,” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan dzikir kepada Allâh.” [HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani]
Adapun sebaik-baik dzikir ialah membaca al-Qur`ân al-Karim. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. [al-Ahzab/33:41-42].

Akhirnya, kita berdo’a kepada Allâh Azza wa Jalla , semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa memberikan kekuatan kepada kita semua untuk senantiasa beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Karena hanya dengan hidayah dan pertolongan dari-Nya kita bisa beribadah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4146-kemuliaan-seorang-hamba-terletak-pada-ibadahnya-kepada-allah-subhanahu-wa-taala.html